Matarammetro-Nama besar Ampenan ternyata tidak saja tercatat dalam dunia perdagangan saja, nama Ampenan rupanya juga menjadi saksi akan maju mundurnya dunia intelektual dan pergerakan di tanah Lombok.
Ramainya Ampenan sebagai kota pelabuhan sejak jaman kerajaan Mataram Lombok sampai dengan pemerintahan kolonial Belanda telah mempertemukan orang dari berbagai daerah dengan latar belakang yang berbeda.
Termasuk keberadaan TGH.Mustafa Bakri yang merupakan pengurus pertama NU di Lombok, ia sejatinya adalah ulama sekaligus pedagang yang sukses di Ampenan, meskipun lahir di Sekarbela, namun secara nasab, ia adalah keturunan sultan Banjar.
Di Ampenan, TGH.Mustafa Bakri bersama dengan tokoh-tokoh lainya mendirikan PIL (Persatuan Islam Lombok) pada tahun awal tahun 1935, organisasi ini kelak cukup banyak melahirkan tokoh-tokoh berpengaruh di Lombok, sebutlah Saleh Sungkar dan TGH.Zainudin Abdul Madjid atau yang popuper dikenal sebagai Tuan Guru Pancor.
Selain Ampenan, ada juga hal yang cukup menarik perhatian, yaitu pilihan politik tokoh-tokoh NU Lombok yang kadang tidak tegak lurus dengan keputusan NU pusat, salah satunya adalah saat NU pada tahun 1952 menyatakan diri menjadi partai politik yang itu sama artinya dengan memisahkan diri dengan Masyumi.
Tokoh NU Lombok termasuk TGH.Mustafa Bakri ternyata tetap memilih Masyumi sebagai saluran politiknya, sikap ini tentu berbeda dengan sikap kebanyakan tokoh NU di Indonesia.
Sikap itu ternyata bukan tanpa alasan, selain karena gema konflik internal yang terjadi di NU pusat tidak sampai pengaruhnya ke Lombok, sikap TGH.Mustafa Bakri yang lebih memilih Masyumi itu juga dipengaruhi oleh sikap keluarganya di Banjarmasin yang ternyata mempunyai sikap yang sama, yaitu memilih partai dengan lambang Bulan Bintang sebagai saluran politiknya.(Datu Lacuk KBB)