Puskesmas Batunyala Geber Penanganan Stunting

Puskesmas Batunyala Geber Penanganan Stunting
Nes.,Sumarni,S.Kep., Kepala Puskesmas Batunyala-Kecamatan Praya Tengah, Geber Penanganan Stunting

Matarammetro- Lombok Tengah-Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%). Tahun 2015 Indonesia tertinggi ke-2 dibawah Laos untuk jumlah anak stunting. Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta atau 37 persen balita Indonesia mengalami stunting (kerdil), sementara ditahun 2023 pemerintah mendorong agar penanganan stunting lebih optimal.

Puskesmas Batunyala Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah setelah mendapat kunjungan Iabu Wakil Gubernur NTB Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, Rabu 25/1/2023 lalu mengamanatkan agar asupan gizi berupa protein hewani harus terus diberikan kepada anak-anak untuk menjaga kesehatan dan mencegah stunting, Nes.,Sumarni,S.Kep., Kepala Puskesmas Batunyala menggeber penangan Stunting dengan pendekatan emosional masyarakat melalui kearifan lokal.

Kepala UPTD Puskesmas Batunyala Kecamatan Praya Tengah Nes.,Sumarni,S.Kep., mengatakan, Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun 12 M.

Lanjut Sumarni,”Faktor lingkungan sangat berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu, tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi di awal kehidupan seorang anak. Selain faktor lingkungan, juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Akan tetapi, sebagian besar perawakan pendek disebabkan oleh malnutrisi,”terangnya.

Dikatakannya juga bahwa, Jika gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk. Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.

Untuk mencegah stunting , konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat badan anak di atas 6 bulan. Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5 persen dari total asupan kalori. Anak usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan. 

“Stunting sendiri mengalami perubahan Menurut WHO(2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi  kronis dan infeksi berulang,yang di tandai dengan  panjang atau tinggi  badannya berada di bawah standar ,”ujarnya Nes Sumarni, S.Kep Kapus Puskesmas Batunyala.

“Penyebabnya bisa terjadi selain dari kondisi lingkungan bisa juga dari dalam kehamilan yaitu kekurangan gizi dalam kandungan dan akan nampak setelah bayi berusia 2 tahun,”ungkapnya.

Menurutnya, Ciri ciri stunting antara lain “Pertumbuhan gizi melambat, muka/wajah lebih muda dari usianya, Kurang fokus dan Pertumbuhan melambat.

“Cara Pencegahannya dengan Pemenuhan gizi sejak ibu hamil, Asi ekslusif sampai 6 bulan, Makanan pendamping ASI eksklusif dengan pendamping asi sehat, Tetap memantau tumbuh kembang anak dengan cara teratur dari BB dan TB, Lingkungan juga harus di jaga kebersihannya dan kebersihan diri,”jelasnya. (Rsl)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here