Gubernur Zul Mutasi Pejabat Sebulan Tiga Kali, Disoroti DPRD NTB

Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan dan Politik DPRD NTB, Siradjuddin, dan Anggota Komisi I DPRD NTB , Najamuddin Mustapha
Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan dan Politik DPRD NTB, Siradjuddin, dan Anggota Komisi I DPRD NTB , Najamuddin Mustapha

Matarammetro – Gubernur NTB Dr Zulkiflimansyah kembali melakukan mutasi sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB untuk kesekian kalinya dalam tempo yang relatif singkat. Dari catatan sejumlah media, dalam satu bulan telah terjadi tiga kali mutasi pejabat Pemprov NTB. Pada tanggal 12 Oktober 2022 lalu, ada 260 pejabat struktural dan fungsional yang dirombak. Berikutnya pada tanggal 21 Oktober 2022, Gubernur Zul kembali melakukan mutasi terhadap sejumlah pejabat pimpinan tinggi pratama, administrator, pengawas dan pejabat fungsional. Terakhir, mutasi digelar tanggal 8 November 2022 terhadap tiga pejabat eselon II.

Mirisnya, Lalu Hamdi dimutasi dari Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB menjadi Kepala Biro Pemerintahan Setda NTB. Sementra Hamdi baru 27 hari menjabat  sebagai Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB. Posisinya digantikan drh Khairul Akbar yang sebelumnya menjadi Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda NTB.

Sementara diketahui Khairul pernah menjabat Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB. Namun dia dimutasi saat kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sapi merebak di NTB. Selanjutnya jabatan Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda NTB dijabat Subhan yang sebelumnya menjabat Kepala Biro Pemerintahan Setda NTB.

Mutasi yang terlalu sering terjadi dlam rentan waktu yang relatif singkat di lingkup Pemprov NTB tersebut menuai sorotan dan kritikan dari kalangan legislatif. Bahkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) DPRD NTB diminta turun langsung mengawasi proses mutasi tersebut. Hingga, KASN diminta menegur Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di daerah, terkait kebijakan mutasi yang terlalu sering dan dilakukan dalam tempo waktu yang relatif singkat.

” Ini tata kelola pemerintahan birokrasi salah dan terkesan kebablasan,” ujar Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan dan Politik, Siradjuddin.

Sirajudin mempertanyakan indikator dan parameter Gubernur yang melakukan mutasi pejabat eselon II berulang kali dalam tempo singkat. Menurutnya, sehebat apapun pejabat birokrasi tersebut, dipastikan mereka tidak akan bisa bekerja dengan baik, jika baru tiga bulan di OPD itu, kemudian dimutasi ke tempat lain. ” Apa yang bisa diperbuat, kalau hanya tiga bulan bekerja, kemudian dimutasi lagi,” ucap politisi PPP tersebut.

Menurut Sirajudin, kinerja seseorang bisa di evaluasi idealnya minimal menjabat satu tahun anggaran. Maka, bisa dinilai kemampuan kinerjanya terutama dalam realisasi program dan realisasi anggaran di OPD tersebut. Sehingga pihaknya melihat tidak ada urgensi melakukan mutasi dalam waktu relatif singkat.

” Nah, kalau hanya tiga bulan, apa bisa dievaluasi,” ketus anggota DPRD NTB dapil Bima, Kota Bima dan Dompu.

Lebih jauh Sirajudin memaparkan bahwa, mutasi yang terkesan terlalu sering dan dilakukan dalam tempo relatif singkat, menunjukkan tidak maksimalnya kinerja Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) dalam menelaah dan kajian penempatan pejabat birokasi. Meski disadari, penempatan pejabat birokrasi itu sepenuhnya menjadi hak prerogatif dari gubernur. Namun setidaknya, ada kajian dan telaah terhadap penempatan pejabat. Misalnya kompetensi, kapasitas dan kapabilitas dan lainnya. Sehingga ada indikator dan parameter jelas, dalam melakuka proses mutasi tersebut. ” Kita akui itu hak prerogatif gubernur. Tapi kalau asal mutasi, birokrasi itu bisa rusak,” imbuhnya.

Anggota komisi I lainnya, Najamuddin Mustapha menegaskan, birokrasi di lingkup pemprov sudah salah urus. Dia mengatakan, tidak ada tolak ukur dan indikator jelas, yang menjadi dasar bagi gubernur melakukan mutasi dalam tempo singkat. Menurutnya, mutasi yang terlalu sering dan tanpa tolak ukur yang jelas tersebut, dipastikan akan membuat para pejabat birokrasi tidak akan nyaman dan tenang dalam bekerja. Sehingga kinerja yang ditunjukkan pun tidak akan maksimal. ” Tapi memang birokrasi pemprov ini sudah salah urus dan salah tata kelola,” tandasnya.(red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here