Mataram Metro – Lembaga Advokasi Masyarakat Sipil daerah (Lamsida) dan Intitute Transparansi Kebijakan (ITK), tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Daerah, mendatangi di Kantor Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Dodokan Moyosari, Provinsi NTB, Senin (11/10).

Kedatangan koalisi ini, buntut dari dugaan ketidakjelasan pelaksanaan program Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya program PEN Mangrove tahun 2020 melalui BPDASHL, di wilayah NTB. Ketua Lamsida, Ilham Yahyu menyebut masalah yang terjadi, terhadap program institusi vertikal itu.

Soal rehabilitasi kawasan hutan mangrove, khususnya di Desa Pekat Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu tahun anggaran 2020. Dikatakan Ilham Kementerian telah menggelontorkan dana sebesar Rp. 290 juta dengan lahan seluas 8 Hektare.

Namun tambahnya, sesuai fakta lapangan, lahan yang dimanfaatkan hanya seluas 6 hektar dengan progres hanya mencapai 30 persen dan jumlah pemakaian bibit mangrove yang hanya 40 persen.

Hal tersebut memunculkan dugaan adanya konspirasi, manipulasi dan penyelewangan dana, dalam pelaksanaan program BPDASHL Dodokan Moyosari, melalui PPK, Rudy Yanto Taha. “Ini baru di dua kecamatan. Belum di lokasi-lokasi lainnya di NTB,” singgungnya.

Sebelum mendatangi institusi vertikal tersebut, pihaknya telah mencoba beberapa kali meminta klarifikasi dari Kepala Balai. Namun sayang, usahanya tidak membuahkan hasil.

“Kami berusaha untuk mendatangi kepala balai agar mau memberikan klarifikasi secara terbuka. Namun kepala balai malah tidak kooperatif dan selalu menghindar dengan alasan keluar daerah. Kalau memang tidak mampu, silahkan kepala balai angkat kaki dari jabatannya,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Evaluasi merangkap PPK, Rudy Yanto Taha, mengaku bingung atas dugaan yang dilontarkan Koalisi Masyarakat Sipil Daerah. Dia pun menilai dugaan tersebut mengada ada Karena, luas lahan sudah sesuai, dana untuk pelaksanaan program mangrove ditransfer langsung dari rekening pemerintah ke rekening kelompok dan ke rekening masing-masing anggota kelompok masyarakat _(account to account) sesuai prestasi kerja._

“Kami hanya menandatangani berkas soal pencairan, tentu saja bila syarat _fisik dan administrasi_ untuk pencairan sudah terpenuhi, tidak pernah _menyerahkan uang secara tunai kepada kelompok dan anggota kelompok_. _Uangnya dari negara langsung ditransfer ke rekening kelompok dan anggota kelompok_. Kalau soal penyelewengan, harus ada pemeriksaan dari pihak yang berwenang, yaitu BPK atau BPKP atau Inspektorat Kemen LHK dulu. Dalam pelaksanaan kegiatan, Kami juga sudah 2 kali didampingi oleh Tim Itjen Kemen LHK, yaitu pada saat kegiatan berlangsung dan saat kegiatan selesai. Kegiatan ini jg dibantu oleh pendamping lapangan yang berasal dari Penyuluh dan Polhut KPH serta Babinsa. Kalau soal teknis, saya jawab. Terkait permintaan koalisi untuk bertemu kepala balai, kami tidak bisa pastikan _dan jawaban kepala balai bisa dipastikan sama dengan apa yang saya sampaikan_,” imbuhnya.

“Seperti yang terjadi hari jumat 2 minggu lalu mereka datang. Tapi beliau sedang ada kegiatan di Semarang, setelah itu ada lagi undangan ke DJogjakarta untuk membahas tahun 2022. Setelah itu, hari ini ada lagi undangan ke Manggala Wanabhakti di Jakarta. Jadi bukan kami mau menghindar. Gak niat kami untuk menghindar,” jelasnya.

Rudy berkomitmen, akan menyampaikan masalah tersebut, jika Kepala BPDASHL Moyosari telah tiba di NTB. Kendati dia tidak memastikan kepulangan pimpinan balai tersebut. “Saya ini hanya stafnya beliau. Kapasitas saya hanya menyampaikan masalah ini,” tutupnya.(Arya)

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *