Matarammetro-Menyusul turunnya Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar dan menengah yang melarang pungutan SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) atau Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) oleh sekolah yang diatur dalam pasal 12 terdiri dari 9 ayat, menciptakan kegamangan dalam satuan pendidikan daerah untuk pembiayaan kelangsungan jalannya pendidikan layak untuk anak negeri.
Selanjutnya Gubernur NTB menerbitkan Peraturan Gubernur NTB no 44 tahun 2018 tentang biaya penyelenggaraan pendidikan pada sekolah menengah atas negeri dan sekolah menengah kejuruan negeri yang bersumber dari orang tua/wali murid yang salah satunya dalam pasal 2 ayat satu menerangkan bahwa sekolah memungut dana BPP dari orang tua/wali yang mampu secara ekonomi. Selanjutnya dalam pasal berikutnya kriteria orangtua/wali siswa yang mampu ditentukan oleh Kepala Dinas beserta besaran dan dan tinggi pungutannya.
Menyikapi hal tersebut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB mengeluarkan surat edaran Penggalangan Dana BPP dengan Nomor 400.3/5565.KEU/Dikbud 2025 yang ditujukan kepada Kepala SMA/SMK dan SLB Negeri se-NTB. Surat Edaran tersebut memberi ruang kewenangan kepada Komite Sekolah untuk melakukan penggalangan dana BPP yang bersumber dari masyarakat dilaksanakan dan dikelola oleh komite sekolah.
Surat edaran tersebut juga memberi angin segar kepada Kepala satuan pendidikan untuk lebih atraktif dan produktif dalam pelaksanaan belajar mengajar namun sekaligus menimbulkan keraguan karena dinilai berbenturan dengan Permendikbud dan Per Gub.
Menurut Supriadi Kabid SMK Dikbud NTB menjelaskan bahwa, Dinas Dikbud NTB sudah mengeluarkan surat edaran yang melarang adanya iuran, Selasa 5 Agustus 2025.

“Pak Kadis sudah mengeluarkan surat edaran yang menyatakan ketika sedang menerima pendaftaran jangan ada yang berkaitan dengan iuran, kemudian kedua sekolah tidak boleh lagi melakukan pemungutan BPP, tetapi yang akan mengelola adalah komite sekolah sesuai aturan kecuali kalau bentuknya sumbangan, untuk menghindari permaslahan permasalahan terkait dengan pengelolaan keuangan,”jelas Supriadi.
Untuk kebutuhan sekolah, Supriadi mengatakan bahwa pihak sekolah akan melayangkan surat permohonan pembiayaan kepada komite beserta RPBS kalau nominalpembelanjaannya lebih dari alokasi dana BOS.
Terkait hal tersebut H. Abdul Azis, S.H., M.H., Kepala Dinas Dikbud NTB, dikonfirmasi diruang kerjanya menegaskan bahwa yang dilaksanakan oleh Komite adalah penggalangan dana dari masyarakat untuk pembiayaan pelaksanaan pendidikan yang dikelola bersama kepala sekolah, Selasa (5 Agustus 2025).
“Pendidikan ini butuh pendanaan partisipasi masyarakat, Kalau BPP dihilangkan maka harus disiapkan BOSDA, maka opsinya BPP tetap ada dengan cara penggalangan yang dikelola oleh Komite Sekolah bersama Kepala Sekolah,” terangnya.
Menurtnya kebijakan tersebut dilakukan bukan atas dasar kemauannya sendiri tetapi berdasarkan hasil audit BPK yang merekomendasikan jika BPP masih mau tetap diadakan maka harus dilakukan dengan cara penggalangan.
“Kalau yang namanya pungutan maka harus masuk melalui mekanisme APBD, demikian juga kalau nanti akan dikeluarkan harus melalui mekanisme APBD juga dengan mengajukan surat permohonan pencairan (SPP). Tetapi kalau tidak maka polanya itu dilakukan perubahan dan bukan pungutan namanya tetapi penggalangan, dan itu dikelola oleh komite bersama kepala sekolah,”terangnya.
“Ini sedang kami selesaikan regulasinya bersama Gubernur, BPKAD, dan Inspektorat, saya ikuti seperti itu,”imbuhnya.(red)