Matarammetro-Banjir Kota Mataram NTB Minggu, 06 Juli 2025, Pukul 16.00 WITA cukup masiv dengan debit air cukup besar menjadi pil pahit yang harus ditelan Pemkot Mataram dan merupakan bencana banjir terbesar sepanjang sejarah Kota Mataram dengan wilayah paparan hingga 10 titik yakni Sandubaya, Mataram, Cakranegara, Swete, Bertais, Kekalik Gerisak, Pagutan Permai, Majeluk, dan Gomong.
Demikian dipaparkan Guru Mangku I Gde Wenten, Sm., Hk., tokoh masyarakat Pamotan Cakranegara sekaligus pengamat politik memulai penuturannya yang diselingi helaan nafas berat dikediamannya, Sabtu 11/7/2025.
“Menurut data BPBD NTB saat itu jumlah warga terdampak mencapai 7.676 KK (30.6817 Jiwa) dengan kerugian ratusan juta rupiah. Peristiwa ini adalah pelajaran pahit agar kita introspeksi diri untuk menjaga keseimbangan alam. Kita yang salah membuang sampah sembarangan, melakukan pelanggaran perda sempadan kali sehingga terjadi penyempitan badan kaliu dan pendangkalan, akibatnya sungai tidak mampu menampung air hujan dengan debit tinggi dan inilah akibatnya,”ujarnya mendesah.

Menurut Guru Mangku Gde Wenten, dari jumlah korban terpapar termasuk 15 KK warga binaannya diwilayah Pamotan kehilangan rumah dan harta bendanya.
“Dari data ini termasuk 15 wagra saya yang sudah saya bina puluhan tahun. Mereka saya ungsikan dipekarangan warga kami yang Nasrani. Mereka memanfaatkanj bantaran kali ancar untuk membangun rumah karena tidak punya tempat lain. Oleh karena itu saya berharap Pemkot Mataram memberikan tempat lain didekat waker ada lahan kosong milik pemerintah, daripada mereka kembali membangun dibantaran kali,”harapnya.

Guru Mangku I Gde Wenten, Sm., Hk., Dukung Pegakan Perda Sempadan Kali
Terkait dengan ajakan Kalak BPBD NTB untuk melaksanakan penegasan dan penegakan perda sempadan kali, Gde Wenten menyatakan sangat setuju karena menurutnya hanya itu satu satunya cara menghindari terulang kembali peristiwa banjir.
“Jika Pemkot Mataram akan melaksanakan penegsan dan penegakan Perda Kota Mataram Nomor 15 Tahun 2003 tentang Sempadan Sungai yang mengatur tentang penetapan garis sempadan sungai, baik yang bertanggul maupun tidak bertanggul, di kawasan perkotaan, saya sangat mendukung. Hanya ini satu satunya cara yang tentunya akan diikuti oleh kearifan local yang bisa dilibatkan sebagai satgas perda dilingkungan,”tegasnya.
“Namun, sambungnya,’ kita juga harus mengingat dan mempertimbangkan warga yang tidak punya tempat atau tanah untuk membangun rumah, maka pemerintah yang harus menyediakan lahan untuk tempat tinggal baru,”terangnya.
Guru Mangku juga menghimbau agar dengan bencana banjir tersebut mampu membangkitkan kesadaran masyarakat untuk memelihara sungai dan menjaga keseimbangan alam sebagaimana yang diwariskan oleh para leluhur.(red)