Forensik Ungkap, Brigadir Muhammad Nurhadi Terbunuh Akibat Dicekik !!!!!!

Matarammetro – Kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Propam Polda NTB, yang jasadnya ditemukan di kolam renang vila privat Gili Trawangan, Lombok Utara NTB, pada 16 April 2025 lalu, menyisakan misteri.

Sejak awal, kasus tersebut ditangani Polres Lombok Utara dinilai publik penuh kejanggalan, terutama karena korban diduga meninggal akibat pembunuhan, bukan tenggelam.

Kabar meninggalnya anggota polisi tersebut benar-benar jadi duka mendalam bagi keluarga sekaligus mengingatkan public pada kasus Sambo yang membunuh Brigadir J.

Teka-teki tersebut mulai terkuak setelah kasusnya diambil alih  Polda NTB, yang mengungkap melalui konfrensi pers bahwa hasil otopsi dan bukti forensik kuat mengindikasikan adanya dugaan penganiayaan yang berujung pada kematian korban.

 Lika-liku Kasus

Awalnya, kasus ini ditangani oleh Polres Lombok Utara setelah jasad korban ditemukan. Namun, adanya keraguan dari keluarga korban serta intensitas perhatian publik membuat Polda NTB mengambil alih penyelidikan. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Krimum) Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, menjelaskan bahwa salah satu hambatan terbesar diawal adalah penolakan keluarga korban untuk dilakukan otopsi,” jelas Syarif, jumat (04/07/2025) saat gelar konferensi pers di command center.

“Padahal sebenarnya keluarga sendiri menolak untuk dilakukan otopsi,” terang Kombes Syarif, menepis spekulasi publik yang sempat menganggap kasus tidak diusut tuntas.

Meski demikian, penyidik tidak menyerah. Mereka menaikkan status kasus menjadi Laporan Polisi (LP) dengan Pasal 351 ayat 3 KUHP. Langkah ini krusial untuk memungkinkan dilakukannya otopsi resmi, mengingat pentingnya temuan forensik dalam mengungkap kebenaran. Setelah melalui proses negosiasi intensif, akhirnya keluarga setuju untuk dilakukan ekshumasi, yang memungkinkan otopsi terlaksana.

Konferensi Pers di Command Center Polda NTB, Jumat (04/07/2025)
Konferensi Pers di Command Center Polda NTB, Jumat (04/07/2025)

Bukti Forensik Bicara: Pencekikan dan Tenggelam dalam Kondisi Tak Sadar

Hasil otopsi yang disampaikan oleh dokter forensik, dr. Arfi, menjadi titik balik dalam penyelidikan. Ia mengungkapkan adanya luka-luka pada tubuh korban dan pendarahan di kepala. Namun, temuan yang paling mencolok adalah patah tulang lidah (hyoid bone fracture).

“Lebih dari 80% kasus patah tulang ini disebabkan oleh pencekikan atau penekanan pada area leher,” jelas dr. Arfi.

Tak hanya itu, pemeriksaan penunjang juga menunjukkan adanya diatom di organ vital korban. Keberadaan diatom, mikroorganisme air, mengindikasikan bahwa korban masih hidup saat masuk ke dalam air.

“Kesimpulan saya bahwa N mengalami ketidaksadaran/pingsan pada saat berada di air dan meninggalnya itu karena tenggelamnya berdasarkan bukti. Namun tentunya di sini apa yang membuat orang tidak sadar atau pingsan ketika berada di air, maka kecurigaan pada pencekikan tadi itu,” papar dr. Arfi, menegaskan kemungkinan korban tidak sadarkan diri akibat kekerasan sebelum tenggelam.

Selain bukti forensik, penyidik juga melakukan pemeriksaan lie detector terhadap semua pihak yang terlibat. Hasilnya menunjukkan adanya indikasi kebohongan dari beberapa pihak.

Dengan dua alat bukti kuat, yaitu hasil otopsi dan keterangan ahli pidana, kasus ini telah ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan. Berkas ketiga pelaku kini telah diserahkan kepada Kejaksaan.

“Kami menunggu petunjuk lebih lanjut dari Kejaksaan,” tutup Kombes Syarif, menandakan bahwa kasus ini selangkah lagi menuju meja hijau.

Keberhasilan pengungkapan kasus ini menunjukkan komitmen Polda NTB dalam menerapkan penyelidikan dan penyidikan yang profesional dan ilmiah, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan dan dinamika dilapangan,”pungkasnya.(red)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

mungkin menarik